Oleh : Bambang Haryanto
ESAI EPISTOHOLICA NO. 4/AGUSTUS 2004
Home : Epistoholik Indonesia
GAG WRITER. Sejak kapan Anda memiliki account e-mail Anda? Saya memiliki account humorline@hotmail.com sejak 31 Desember 1999. Sedang e-mail epsia@plasa.com yang saya gunakan khusus untuk keperluan kontak sebagai pengelola Epistoholik Indonesia baru diluncurkan 17 Oktober 2003.
Saat menjelang akhir abad 20 itu, sebenarnya saya ingin memakai account bhshow@hotmail.com. Diilhami nama Bagito Show, saya pengin pakai alamat email itu sebagai sarana untuk mulai mempromosikan diri guna menerjuni dunia lawak. Paling sedikit, cita-cita saya saat itu adalah sebagai gag-writer, penulis naskah lawak, secara freelance. Ternyata bhshow itu sudah terpakai di jagat ini. Entah oleh siapa.
Ketika entri bhshow gagal, secara instink saya menggantikannya dengan humorline. Sokurlah tembus. Sejak itu saya gunakan email humorline@hotmail.com itu, walau entah kenapa, cita-cita seputar dunia lawak itu ternyata hanya datang dan pergi. Sampai saat ini. Belum kesampaian. Umpama cita-cita jadi lawak itu ibarat datang ke Mekkah, maka saya saat ini menginjak serambinya pun tidak. Apalagi di serambi itu lagi ada keadaan darurat sipil dan gubernurnya tak bisa lagi terbang-terbang pakai helikopter yang barusan dibeli.
YAHOO 100 MB. Kembali bab email. Akhir-akhir ini saya pengin pindah ke Yahoo. Karena dari hasil nguping radio BBC, Yahoo menawarkan kapasitas email gratisnya sampai 100 MB. Naik 15 kali dari kapasitas semula yang hanya 6 MB. Melihat jor-joran seperti ini, Hotmail yang hanya menyediakan kapasitas 2 MB, memang terlihat sebagai supergurem.
Akibat kapasitas Hotmail yang terbatas ini seringkali membuat “termometer” di e-mail saya sangat cepat sekali menjadi merah. Itu tanda tandon ruang untuk email mendekati limit. Lalu, walau kadang merasa sayang, memaksa e-mail-email lama yang harus rela kena delete !
Tetapi akhirnya saya tidak perlu buru-buru memutuskan pindah ke lain hati, ke Yahoo. Karena entri humorline@hotmail.com itu saya rasa lebih manis dibanding humorline@yahoo.com. Pertimbangan ini merujuk contoh lebih manisnya nama para pesohor atau karakter film yang berupa pasangan berhuruf awal serupa. Katakanlah seperti Allan Alda, Brigitte Bardot, Claudia Cardinale, Donald Duck, Mickey Mouse, atau Peter Parker.
Pertimbangan brand ini membuat niat saya untuk migrasi ke Yahoo itu saya batalkan. Apalagi, juga dari hasil nguping BBC, Hotmail konon pula segera membengkakkan kapasitas e-mail gratisnya itu. Bahkan dikabarkan melebihi Yahoo, menjadi sebesar 250 MB. Pada berita yang sama, konon layanan email gratis baru yang ditawarkan oleh Google, yaitu Gmail, lebih gila-gilaan lagi : sebesar 1 GB !
BISNIS PASIR BERBISIK. Mengapa mereka begitu jor-joran untuk menawarkan fasilitas email gratis yang semakin besar kapasitasnya ? Itulah buah dari keajaiban ekonomi digital, dimana bytes dalam komputer itu sangatlah melimpah-ruah. Apalagi materi pembuatan IC, sirkuit terpadu atau secara informal disebut chip dalam komputer berbahan dasar silikon, pasir kuarsa, elemen alam nomor dua yang tersedia secara melimpah ruah di jagat raya ini sesudah udara.
Melimpahruahnya informasi, yang terwujud dalam bentuk sinyal 0 dan 1 dalam komputer, yang juga semakin meningkat drastis daya simpan dan kecepatan pengolahaannya, sering disebut sebagai ciri dari masyarakat informasi. Istilah lain, kita kini berada di tengah gelombang ekonomi informasi. “Itu tidaklah benar”, sergah Michael H. Goldhaber dari Centre for Technology & Democracy di San Francisco, Amerika Serikat (Wired, Desember 1997).
Goldhaber berpendapat, menurut definisi, ekonomi adalah kajian bagaimana masyarakat mendayagunakan sumber-sumber yang langka. Sementara informasi dewasa ini bukan komoditas langka, terutama di Internet di mana informasi tidak hanya buanyak tetapi juga melimpah. Kita semua tenggelam dalam informasi.
Sehingga kunci pertanyaan yang muncul adalah : apakah ada sesuatu yang mengalir di jagat maya, cyberspace, sesuatu yang langka dan dibutuhkan ? Pasti. Tidak ada seorang pun yang memajang sesuatu di Internet tanpa pamrih memperoleh sesuatu. Sesuatu itu adalah atensi, attention, perhatian. Dan ekonomi atensi, bukan ekonomi informasi, yang merupakan ekonomi natural, alamiah, yang berlaku di jagat maya ! (Kajian lebih lanjut tentang ekonomi atensi, ketik “attention economy” dalam mesin penelusur Google dan Anda akan segera mendapatkan jawabnya).
SCARCITY MENTALITY. Karakter Internet yang menghadirkan limpahruahnya informasi, tidak banyak disadari pentingnya oleh banyak orang. Seorang teman saya, warga Epistoholik Indonesia asal Bojonegoro dan pada tahun 1980-an sudah saya ikuti karya-karya surat pembacanya yang hebat-hebat di Jakarta, yaitu Hariyanto Imadha telah menulis hasil pengamatannya yang tajam :
BANYAK SITUS PEMDA TAK BERMANFAAT
Dimuat di Kolom Interupsi, Harian SURYA (Surabaya), 16/7/2003
DI Filipina tinggal 27% provinsi atau. distrik yang belum memiliki situs. Sementara itu, Indonesia kebalikannya, baru 27% provinsi yang memiliki situs. Itu pun terkesan tidak ditangani secara serius. Banyak berita basi dimuat. Bahkan saya sampai pada kesimpulan bahwa banyak www.xxx.go.id yang tidak bermanfaat.
Banyak situs Pemda menampilkan foto-foto anggota DPRD yang 'ganteng-ganteng' dan 'ayu-ayu’. Padahal, yang diinginkan rakyat yaitu informasi tentang kinerja DPRD. Berapa. perda baru yang dibuat, berapa raperda yang selesai, berapa perda lama yang dicabut, dst. Pengunjung situs juga ingin tahu berapa anggaran DPRD lengkap dengan rinciannya.
Sebenarnya pengunjung situs juga ingin tahu, apa saja hasil kerja dari masingmasing pejabat, dinas atau badan. Misalnya, apa saja yang dihasilkan Bawaskab (Badan Pengawasan Kabupaten), lowongan kerja apa saja yang tersedia di Disnaker, apa saja rencana kerja bupati, dll.
Hampir semua situs Pemda tidak menyediakan content suara warga (semacam PO Box pengaduan, kritik dan saran). Bahkan lebih dari 50 % situs Pemda hingga berbulan-bulan tidak pernah diedit.
Saya menamakan situs yang demikian sebagai situs yang'mati suri'. Dari hari ke hari itu-itu saja penampilannya. Lebih lucu lagi, banyak link setelah di 'klik' ternyata cuma halaman kosong bahkan tidak bisa dibuka. Masak sih, situs Pemda cuma beberapa halaman saja (kurang dari 10 halaman).
Situs Pemda yang baik seharusnya bersifat informatif (bermanfaat bagi warga), komunikatif (ada. content tanya jawab), aspiratif (memuat kritik, saran, usul dari warga), transparan (memuat seluruh data keuangan terutama RAPBD/APBD, LPJ Bupati, dll), layanan online (perizinan, pembayaran pajak/telepon/listrik/PDAM dll), memuat rencana kerja dan hasil kerja dari semua dinas atau instansi yang ada di Pemkab termasuk informasi dari tiap desa dan kecamatan.
Menurut saya, seharusnya www.indonesia.go.id berfungsi sebagai induk dari semua situs milik Pemda. Artinya, situs tersebut harus memuat semua alamat situs Pemda yang ada di Indonesia. Dengan demikian memudahkan para calon investor untuk mencari informasi tentang potensipotensi bisnis yang ada di daerah.
Jujur saja, banyak warga yang mengunjungi situs Pemda (www.xxx.go.id) hanya satu dua kali saja. SoaInya, warga merasa tidak memperoleh manfaat apa-apa.
Hariyanto Imadha
JI AIS Nasution No 5
Bojonegoro
Gambaran Hariyanto Imadha mengenai situs-situs Pemda yang miskin kandungan informasi dan miskin interaksi itu, boleh jadi, merupakan sedikit gambaran dari scarcity mentality yang membelit bangsa ini. Teknologi informasi yang senyatanya mampu menyediakan peluang untuk memberikan layanan dan interaksi yang positif secara maksimal kepada dan dengan masyarakat, justru terpuruk dan miskin karena ignoransi.
Mental kelangkaan itu, menurut Stephen R. Covey, menanam keyakinan bahwa segala hal yang ada di dunia itu terbatas. Atau bahkan langka. Dan sehingga apabila seseorang mampu memperoleh sepotong roti besar, entah itu prestasi, kekayaan, pangkat, maka akan berkuranglah peluang orang lain untuk memperoleh hal yang sama.
“Saya mendapati rekan saya atau kerabat saya memperoleh keberhasilan atau meraih sesuatu penghargaan. Saya tersenyum dan mengucapkan selamat kepadanya secara antusias. Tetapi mengapa, di dalam hati, saya merasakan luka pedih di dalamnya ?”
Paradigma scarcity mentality adalah paradigma kehidupan mengenai kalah atau menang. Mungkin mental ini juga sebagai penyebab maraknya budaya korupsi berjamaah yang mewabah di lembaga legislatif kita di se-antero tanah air, justru di era reformasi dewasa ini. Wujud dari budaya aji mumpung : sebelum dicaplok oleh orang lain, saya harus mendahului untuk mencaploknya !
KITA BERGUNA. Pendekatan scarcity mentality itu, mungkin tidak kita sadari, juga masih membeliti kita dalam kiprah sebagai warga komunitas Epistoholik Indonesia. Saya rada sedih ketika profil saya sebagai epistoholik muncul di Intisari (Juli 2004), terkirim e-mail yang dari beberapa teman mengabarkan betapa pengirimnya merasa “iri” atas keistimewaan yang saya peroleh itu. Mudah-mudahan itu bukan iri dengki. Karena, menurut saya, kiprah dalam wahana epistoholik itu masih membukakan banyak peluang luas untuk diterjuni guna meraih sesuatu prestasi.
Yang pasti, aktualisasi ekonomi atensi memang nampak belum mekar sempurna di dalam komunitas epistoholik kita dewasa ini. Antar kita belum menunjukkan hirau terhadap karya surat pembaca warga lainnya. Kita belum subur minat dan bermurah hasrat untuk saling menyapa, saling memberikan apresiasi, atau dorongan. Atau bahkan tertarik mengajak “berkelahi” secara sehat dengan menulis di media massa berisi tanggapan atas sesuatu isi surat pembaca yang ditulis oleh warga Epistoholik Indonesia lainnya. Baiklah, saya optimis, hal-hal positif akan bakal terjadi di hari-hari mendatang.
Internet adalah media ideal untuk menampung limpahruahnya informasi. Dengan wadah Epistoholik Indonesia, kita tampil sebagai pelaku. Dengan niatan mulia kita bermotivasi memberi, didukung modal berupa otak kita, dengan ketajaman pena kita, dengan kearifan dan akal sehat kita, untuk membumikan semboyan episto ergo sum (sori, Rene Descartes !) yang bermakna :
Saya menulis surat pembaca, karena saya ada !
Saya menulis surat pembaca, karena saya berguna.
Wonogiri, 16 Agustus 2004
No comments:
Post a Comment