Tuesday, March 13, 2007

Hari Sumpek Seorang Epistoholik dan Situs AS Yang Menjarah Kue Iklan Koran-Koran Indonesia

Oleh : Bambang Haryanto
Esai Epistoholica No.42/Maret 2007
Email : humorliner@yahoo.com
Home : Epistoholik Indonesia



Membunuh koran. Superman sedang terbang kelayapan di atas langit metropolis. Ia gelisah berat karena nafsu seksnya sedang meluap-luap. Ketika menggapai pantai, Superman melihat Wonder Woman sedang berbaring telanjang bulat di pasir pantai. Ia nampak lelap tertidur, dengan posisi badan seperti burung garuda sedang membentangkan sayap dan kedua cakarnya.

Pikir Superman, “saya akan turun, memperkosa Wonder Woman sepuasnya, dan cepat-cepat terbang pergi sebelum ia mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.” Demikianlah, Superman melakukan persis seperti yang ia pikirkan.

Wonder Woman kemudian terbangun. Ia berseru, “brengsek, apakah aku baru saja diperkosa ?.”

Tiba-tiba muncul Invisible Man dari selangkangan Wonder Woman, dan menjawab : “Aku tidak tahu, tapi duburku sakitnya seperti neraka !”

Kisah Superman sampai Invisible Man yang tak terlihat itu saya ambil dari forum lelucon sebuah situs komunitas asal Amerika Serikat. Mungkin diilhami novelis Skotlandia, Robert Louis “Treasure Island” Stevenson (1850–1894) yang berkata, “Bila membaca Kant, silahkan nikmati sendiri, tetapi bila menemukan lelucon haruslah dibagi-bagi,” maka di situs tersebut menjadi hidup karena banyak orang ingin berbagi.

Tidak hanya lelucon. Dalam situs ini tiap orang difasilitasi untuk mudah bertukar informasi, baik yang bersifat personal mau pun bisnis, dalam atmosfir yang ramah, sosial dan dalam lingkup komunitas yang saling percaya. Sekaligus gratisan. Tetapi akibatnya, keberadaan situs tersebut, dewasa ini, justru sangat ditakuti oleh surat-surat kabar di Amerika Serikat.

Situs ini bahkan sempat dibandingkan dengan sepak terjang Walt-Mart, perusahaan swalayan internasional yang kerap dituding menghancur leburkan bisnis kecil ketika mereka mendirikan tokonya di kota tertentu dengan kelebihan mampu menjual lebih banyak jenis barang dan harganya lebih murah.

Situs ini yang tampil nyaris tidak menampakkan unsur-unsur ketamakan, sempat dituding, “Apa mereka itu berhaluan komunis ? “ Bahkan sengit pula dituding sebagai pembenci surat kabar. Para pengritik itu beralasan, kalau situs itu menjual jasanya dengan menarik bayaran, maka terbuka persaingan dalam menentukan harga. Tetapi sungguh merupakan kesulitan yang maha akbar bila layanan mereka gratis, sementara koran-koran tersebut harus membayar gaji wartawan dan membayar biaya cetak pula !


Segitiga Media Yang Kolaps. Suka atau tidak suka, masa depan koran memang seperti nampak suram. Bahkan orang terkaya kedua di dunia, Warren Buffet, pemilik Berkshire Hathaway, baru saja (5/3/2007) berkata, “Simply put, if cable and satellite broadcasting, as well as the Internet, had come along first, newspapers as we know them probably would never have existed.”

Fenomena ancaman menyusutnya relevansi surat kabar, antara lain saya pergoki dari harian USA Today (5/5/1992). Ditulis oleh James Cox, diawali mengupas apa yang disebut sebagai segitiga media. Di puncak segitiga itu adalah surat kabar. Kemudian pada dua sudut yang berada di dasar segitiga mewakili pembaca dan pemasang iklan.

Surat kabar memberikan berita, hiburan dan informasi bermanfaat lainnya untuk menarik pembaca. Hal tersebut kemudian menarik para pemasang iklan untuk memajang pesan komersialnya di koran-koran, yang pesannya mereka tujukan kepada pembaca surat kabar yang sekaligus calon konsumen mereka.

Menurut James Cox, di minggu awal Mei 1992 tersebut akan berlangsung pertemuan ANPA (The American Newspaper Publishers Association), organisasi penerbit surat kabar Amerika Serikat, untuk membicarakan betapa segitiga media tersebut telah usang. Pertemuan itu tentu menyikapi fakta bahwa porsi kue iklan mereka kini semakin diramaikan hadirnya para pesaing baru, baik televisi, televisi kablel, radio, direct mail, majalah gratisan, dan tentu saja dewasa ini oleh beragam layanan yang hadir berkat kehadiran Internet.

Hadirnya media-media baru tersebut membuat konstelasi di dasar segitiga media tersebut kini berubah. Misalnya, dengan membangun situs web tersendiri kini para pemasang iklan dapat langsung berhubungan dengan konsumen. Mereka tidak membutuhkan perantara lagi, yaitu surat kabar. Bahkan content situs web mereka, di mana berkat Internet semua fihak mampu menyajikan isi secara online, berpotensi menggerogoti pula readership surat kabar bersangkutan.

Tergerusnya kue iklan dan menyusutnya pembaca, membuat kalangan surat kabar berbenah. Sebagai seorang epistoholik saya menemukan kejadian yang saya anggap lucu, sekaligus membikin sumpek, yang terjadi ketika koran Suara Merdeka Semarang, berubah. Perubahan itu terjadi ketika kolom surat pembaca yang selama ini menjadi satu halaman dengan artikel, kini dipisahkan.

Kolom surat pembaca, semula di halaman 6, kini pindah tersendiri di halaman 19. Saya merenung : apakah kontribusi pembaca berupa surat pembaca mungkin mereka nilai kurang “selevel” untuk berdampingan dengan kontribusi berupa artikel ?

Menurut saya, pilihan itu diambil karena cupetnya mereka dalam mengantisipasi perubahan media di masa depan. Bukan karena didorong oleh sikap chauvinistis atau sok-sokan egois sebagai penulis surat pembaca, tetapi menurut saya kolom surat pembaca harusnya berada di halaman pertama.

Mengapa ?


The Influential Americans. Artikel harian USA Today lima belas tahun lalu telah memberikan saran perubahan besar bagi surat kabar. Untuk editorial dituliskan saran : Asking readers what matters – and giving it to them. New beats, new design and new thinking.

Para penulis surat pembaca, yang di AS menurut Emanuel Rosen dalam bukunya The Anatomy of Buzz (2000) ia sebut sebagai the influential Americans, tokoh-tokoh yang berpengaruh, merupakan radar yang mewakili “perasaan” sampai “hati nurani” orang banyak. Karena kaum epistoholik menulis karena dorongan hati, sebagai warga negara yang memiliki perhatian, mereka pun menulis tanpa diiming-imingi imbalan atau pun bayaran.

Mereka yang menulis dengan begitu passionate itu mungkin dapat diwakili oleh sosok Anthony Parakal di India sampai Pak Haji Erlangga Chandra dari Banyudono, Boyolali. Pak Erlangga, mantan agen koran, walau fisiknya boleh disebut lumpuh tetapi tidak menghalangi menghasilkan surat-surat pembaca yang tajam. Dan konstan. Kiprah teladannya bagi sesama kaum epistoholik, bersama Suroyo (81 tahun, asal Solo) dan dr. F. Pudiyanto Suradibroto, dokter senior di RS Sint. Carolus, Jakarta, telah diudarakan di radio-radio dalam jaringan Kantor Berita Radio 68 H, 6 November 2006 yang lalu.

Kiprah partispasi para penulis surat pembaca dalam memberikan solusi persoalan aktual, kini diwujudkan oleh JEJak (Jaringan Epistoholik Jakarta). Digagas oleh pelopornya, Budi Purnomo, mengadakan lomba menulis surat pembaca dalam rangka Hari Air Sedunia.

Lomba yang bertujuan antara lain mengajak masyarakat untuk tidak menghambur-hamburkan air hingga membangkitkan kesadaran masyarakat untuk memiliki kepedulian sosial untuk masa depan anak cucu kita, melalui pelestarian lingkungan hidup, diselenggarakan sampai tanggal 1 April 2007. Informasi lebih lanjut bisa di klik di blog JEJak. Atau mengontak Panitia Lomba Menulis Surat Pembaca Hari Air Sedunia, Telp 021-70877788 atau SMS : 0855-7777888, Email : infojejak@yahoo.com.


Sementara itu warga masyarakat biasa yang bersuara menggunakan media Internet adalah Kim Hye won, ibu rumah tangga berumur 45 tahun, dari Korea Selatan. Kim adalah salah seorang jurnalis warga untuk situs berita OhMyNews yang diluncurkan sejak tahun 2000. Situs ini memiliki 47.000 jurnalis amatir dan ditonton peselancar Internet sebanyak 1-1,5 juta setiap harinya.

“Selama ini media massa utama senantiasa berpihak,” kata Kim. “Tetapi setelah saya membaca OhMyNews, saya menemukan pendapat yang berbeda dan adanya perspektif yang berbeda pula.” Selama tiga tahun terakhir, Kim telah menulis 60 kali untuk situs tersebut. Antara lain ia menceritakan rumah tangganya ketika anaknya harus siap-siap mengikuti ujian dan suaminya stres akibat tuntutan kerja. Judul tulisannya : “Ayah Depresi, Anak Lelaki Ujian, Dan Saya Cemas." Tulisan yang alami. Dan di masa depan, akan semakin banyak wartawan yang mirip dirinya.

Kita di Indonesia, jangan segera berharap sosok seperti Kim ada di tengah kita. Karena new thinking nampaknya masih sebagai hal yang langka untuk media massa di Indonesia. Baik cetak mau pun onlinenya.

Mungkin di tengah badai tergerusnya langganan dan kue iklan bagi koran-koran, mereka bersedia mendengar pendapat Ken Doctor, analis dari Outsell Inc., perusahaan riset pemasaran di Burlingame, California. Ken Doctor bilang, the only immediate growth engine is online.

Tetapi menurut saya, lupakan masa depan bila media-media online yang ada melulu dengan model bisnis seperti portal berita Detik.com, Kompas Cyber Media yang dieksekusi dengan hanya seperseribu kemampuan karena mungkin takut akan mengkanibal media atomnya, sampai Okezone yang baru tetapi tidak punya pemikiran baru apa-apa itu. Mereka pantas dilupakan karena, seperti halnya koran Suara Merdeka, telah melecehkan kedigdayaan kerumunan partisipasi warga untuk berbicara di media seperti yang telah dipelopori selama ini oleh para penulis surat pembaca.

Sementara itu di ujung spektrum horison baru, dengarkan cerita tentang situs yang tulang punggungnya bersumber dari partisipasi warga, yang gratisan itu, yang ada cerita tentang Superman lagi birahi berat dan saya kutip di bagian awal tulisan ini, bahwa sejak bulan November 2006 telah menjarah lebih dari 450 kota di 50 negara. Salah satu negara yang sudah masuk jarahan mereka adalah : Indonesia !



Wonogiri, 13-14 Maret 2007


ee

No comments:

Post a Comment