Monday, April 12, 2010

Harta Karun Tersembunyi Di Perpustakaan

Oleh : Bambang Haryanto
Esai Epistoholica No. 94/April 2010
Email : epistopress (at) gmail.com
Home : Epistoholik Indonesia



Hari ini, apakah Anda memiliki kartu anggota perpustakaan ? Saya sama sekali tidak memiliki, walau dalam seminggu sebenarnya saya selalu mengunjungi 2-3 kali perpustakaan umum di Wonogiri.

Mengapa ? Karena dalam mengunjungi perpustakaan itu, tujuan utama saya adalah untuk membaca-baca 4 buah koran yang ada. Antara lain koran Kompas, Jawapos, Suara Merdeka dan Solopos. Sebelumnya ada tabloid BOLA, tetapi langganannya dihentikan. Majalahnya juga ada, Intisari dan juga Femina.. Di perpustakaan ini saya juga bisa membaca-baca bukunya Stephen R. Covey, ada pula puluhan buku-buku baru bertopik komputer dan Internet, sampai buku 90 Menit Mengenal Frank Kafka.

Mengenang masa jadul, pada tahun 1980-an saya memiliki beberapa kartu anggota perpustakaan. Selain perpustakaan jurusan, fakultas (FSUI), PDII-LIPI, Lembaga Indonesia-Amerika (LIA), , dan juga American Cultural Center (ACC). Kedua lembaga yang terakhir adalah tempat nongkrong favorit, karena belasan judul majalah-majalah terbitan Amerika Serikat yang top-top terpajang disana. Seperti Atlantic Monthly, Harvard Business Review sampai Psychology Today. Sayang, majalah gaya hidup digital seperti Wired saat itu belum ikut terpajang di rak majalah mereka.

Kepemilikan kartu anggota itu barangkali sebagai suatu kewajaran, bila merujuk fakta bahwa saya memang pernah berkuliah di Jurusan Ilmu Perpustakaan Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Tetapi ijinkanlah saya mengaku dosa, bahwa begitu selesai saya tidak berminat untuk menjadi pustakawan. Akibatnya, boleh jadi, subsidi negara yang diberikan kepada saya saat berkuliah itu, menjadi sia-sia adanya.

Tetapi saya punya alasan tersendiri. Memang jauh dari kiprah gagah berani a la pustakawan Flynn Carsen dalam film The Librarian: Curse of the Judas Chalice (2008) yang memerangi pasukan drakula yang berkehendak menegakkan kembali kejayaan imperium Rusia, saya juga masih ingin hadir sebagai insan yang berguna.

Memang benar saya tidak tertarik menjadi pustakawan dalam arti sebagai petugas konservasi dan administrasi informasi (bahan pustaka), tetapi saya tertarik sebagai pustakawan yang berkiprah dalam aksi penyebarluasan informasi. Lewat pena. Termasuk melalui surat-surat pembaca. Sekarang lewat blog pula. Dan itulah yang saya kerjakan, hingga kini. Semoga dengan pengakuan itu membuat dosa-dosa saya kepada negara Republik Indonesia, kini bisa agak dikurangi.

Manfaat magis membaca. Sekarang, ketika saya tinggal di Wonogiri, jelas membuat kemewahan memperoleh akses informasi yang gratisan dan “mewah-mewah” di atas itu hanya tinggal kenangan. Tetapi syukurlah, dengan hadirnya Internet, kemewahan masa lalu yang hilang itu tak perlu lagi ditangisi. Justru dengan adanya Internet yang maha luas menyimpan khasanah informasi itu seringkali saya terpapar dengan informasi-informasi yang menarik secara serendipity, secara kebetulan yang menyenangkan.

Kabar terakhir yang menarik, saya peroleh dari Technorati. Antara lain berupa artikel dari Maggie Hoomes, berjudul ”Reading Activates Your Brain” yang inspiratif. Menurutnya, aktivitas membaca membuat lebih aktif bagian bahasa dalam otak kita. Percobaan untuk meningkatkan kemampuan membaca pada anak-anak penyandang disleksia terbukti menunjukkan adanya peningkatan aktivasi pada otak mereka.

Ilmuwan dari Universitas Carnegie Mellon menemukan bukti bahwa volume otak pada area bahasa seseorang mampu meningkat setelah partisipan memperoleh bimbingan membaca selama enam bulan. Hasil kajian itu menunjukkan betapa struktur otak dapat ditingkatkan melalui pelatihan bagi mereka yang lemah membaca untuk menjadi pembaca yang lebih baik.

Bagi Anda dan saya yang sudah setengah umur ini, hasil penelitian yang diselenggarakan oleh Klinik Mayo (2009) bertajuk kajian mengenai penuaan memberi kabar bagus. Menurut kajian itu, membaca buku dan aktif dalam pelbagai kegiatan kognitif lainnya mampu menurunkan resiko kecacatan kognitif ringan (MCI), di mana gejala ini sering dikaitkan dengan penyakit Alzheimer.

Bila otak Anda itu merupakan otot, bagaimana caranya untuk menguatkannya ? Rangsangan dan tantangan merupakan jawabnya. Membaca jelas akan merangsang aktivitas otak Anda. Membaca-baca beragam jenis buku atau majalah akan menantang otak untuk mampu berfikir ke pelbagai arah baru dan mampu menyerap konsep atau pun informasi-informasi baru yang mutakhir.

Anak-anak juga memperoleh manfaat besar dari kegiatan membaca. Para orang tua yang aktif akan mampu merangsang anak-anak mereka dalam kegiatan membaca secara bersama. Kegiatan membaca secara interaktif itu akan membentuk ikatan cinta antara orang tua dan anak, sekaligus menumbuhsuburkan rasa ingin tahu anak yang alamiah terhadap dunia dan lingkungan sekitarnya.

Memberi peluang bagi anak untuk mengajukan pertanyaan, mengutarakan minat terhadap topik tertentu, sampai mendengarkan kosakata baru atau pun gagasan tertentu akan membentuk kesan positif di benak anak yang tergores abadi pada sepanjang hidupnya. Anak-anak dengan kemampuan membaca yang rendah cenderung lebih gelisah dan mudah merasa sedih.

Ilham dari Amerika. Artikel Maggie Hoomes itu ditutup dengan imbauan bahwa solusi mudah dalam memromosikan minat baca dan aktvitas merangsang otak kita, pembaca (di AS) diajak untuk menjadi anggota perpustakaan umum di kota masing-masing selama Pekan Perpustakaan Nasional (National Library Week) yang berlangsung tanggal 11-17 April 2010.

Kegiatan itu disponsori oleh The American Library Association (ALA) sejak tahun 1958, merujuk keprihatinan bahwa semakin banyak warga Amerika yang tidak membaca secara cukup, tetapi lebih banyak menghabiskan waktu di depan layar televisi.

Aktifkan otak Anda minggu ini, dan ingatlah semboyan yang diambil dari tema penyelenggaraan Pekan Perpustakaan Nasional yang pertama : “Ayo Bangun dan Membaca.”

Apakah ajakan dan inspirasi dari Amerika Serikat itu bisa berdering di telinga Anda ? Juga sampai kepada keluarga, sampai putra-putri Anda ? Silakan Anda yang menentukannya sendiri.

Sebagai penutup, saya kutipkan isi sebuah buku mengenai panduan hidup sukses karya Peter Spann, The Little Pot of Gold : 100 Keys to Success and Wealth (2003). Pada kunci yang ke-24, ia menulis :

“Apa yang Anda butuhkan untuk menjadi kaya itu seringkali gratisan.
Semua orang mampu memiliki kartu anggota perpustakaan.”


Catatan : Artikel ini juga saya pajang di Facebook saya, dan suatu kejutan, telah memperoleh komentar dari teman-teman kuliah saya di JIP-FSUI Angkatan 1980. Semoga bermanfaat.

Bakhuri Jamaluddin : He he he BH itu memang bukan Pustakawan Ruang Baca, tidak perlu minta maaf, Anda justru Pustakawan Global tanpa gaji dan pensiun !

Oh ya, aku dulu sekolah olahraga, tapi tak sempat mengajar olahraga, tapi di tiap lingkungan perumahan anak asuhku sering juara bolavoli dan futsal antar RT. Sebagai jebolan JIP-FSUI aku sdh menjadi Pustakawan Ruang Baca 18 th, lalu pindah sebagai Auditor, juga 18 th, belakangan ketika usia pensiun aku mengelola majalah Itjen Depkes dan berlanjut sebagai Verifikator Jamkesmas.

Di tempat terakhir itulah naluriku sebagai mantan Pustakawan muncul melalui BJ-Pinjam, yaitu Bakhuri Jamaluddin - Peduli Info Jamkesmas. Tiap ada info baru tentang hal ihwal Jamkesmas, aku infokan ke temen-temen Verifikator Independen Jamkesmas yg tersebar di nusantara (1.500 orang lebih) melalui Facebook. Alhamdulillah tiap malam selama 2 jam jelang tidur, aku sempatkan diri menjawab pelbagai info Jamkesmas. Semoga itu tergolong pekerjaan Pustakawan juga.

Ayo Bung Bambang Haryanto, kita lanjutkan "pengabdian" kita dengan cara kita sendiri ! [Minggu, 12/4/2010 : 08.40 pm].

Hartadi Wibowo : Sepakat utk mengatakan BH adalah PUSTAKAWAN GLOBAL. Bahkan, BH itu levelnya di atas kita-kita yg jadi "penjaga & penjaja (gudang) informasi".

Bicara pengalaman, saya merasa hidup saya penuh dng NDILALAH KERSANE GUSTI ALLAH !!. Dulu saya tdk tahu sama sekali apa itu JIP. Tujuan saya ke Jkt (UI) adalah utk kuliah lagi (setelah lulus dari ABA di Yogya), apapun jurusannya, yg penting kuliah di Univ Negeri dan jadi sarjana (karena daftar/test di UGM 3 thn berturut-turut tidak diterima !). Akhirnya saya daftar di JIP dan JIF (Filsafat). Alhamdulillah diterima dua-duanya, dan disuruh pilih. Entah kenapa, dan ndilalah, saya pilih JIP, dan akhirnya mulai menyukai dunia pustaka.

Ketika Bapindo butuh pustakawan, pak Sulistyo Basuki nyuruh saya dan (alm) Haris Nasution utk mencoba nglamar. Ndilalah lagi, yang diterima saya. Ketika disuruh langsung kerja, saya menolak, dan minta izin utk menyelesaikan kuliah dulu, dan minta dibiayai (beasiswa). Ndilalah disetujui, dan dpt beasiswa sampai selesai. Dan selama kuliah saya juga nyambi kerja paruh waktu di Perpust TEMPO dan LPEM UI.

Awal 1985 saya resmi masuk sbg peg Bapindo. ditempatkan di Perpust. Setelah hampir 10 thn di Perpust, thn 1995 mulailah saya pindah ke Bag/Dept lain. Ketika Bapindo merger ke dalam Bank Mandiri (1999), tiba-tiba (ndilalah) saya dipercaya & ditunjuk sbg Ketua (Dirut) Dana Pensiun Bank Mandiri IV (ex DP Bapindo). Tugas utamanya adalah mengelola dana ratusan milyar) utk dikembangkan guna membayar uang pensiun bulanan para pensiunan. Berbekal ilmu yang saya pelajari dari buku-buku di Perpust, dan "bergaul" dng dunia pasar modal, alhamdulillah selama 7 tahun di DP saya bisa mengembangkan asset DP meningkat sekitar 80%.

Menjelang pensiun, ndilalah lagi, saya masih dipercaya untuk mengelola Yayasan Kesehatan Bank Mandiri. Tugasnya hampir sama, mengelola dana utk digunakan membantu biaya kesehatan para pensiunan.

Jadi semenjak keluar dari dunia Perpustakaan, saya betul-betul meninggalkan profesi pustakawan. Namun sesekali masih menyempatkan berkunjung ke Perpustakaan, minimal utk nostalgia, merenungi perjalanan hidup yang tidak bisa ditebak, dan mensyukuri NDILALAH KERSANE GUSTI ALLAH. Wass, HW. [Selasa, 13/4/2010 : 10:41am].


Subagyo Ramelan : Ini namanya nostalgia, acara kangen-kangenan, dengan berbagi pengalaman lewat tulisan, baik dari penulis maupun para komentatornya. Kiat teman2 memanfaatkan ilmu yg didpt dari JIP, dan pengalaman yg diperoleh dari gudang buku, yg diejawantahkan ke bidang lain, kelihatan banyak kontribusinya untuk menuju ke arah sukses. Syokur alhamdulillah.

Klo bagiku, BH ini sosok yg unik karena di otaknya penuh dgn gagasan2 yg akan selalu dituangkan, baik dlm karya nyata maupun dlm bentuk tulisan. Aku masih ingat, ketika belum 1 bulan kita bertemu di JIP, BH sdh berani maju ke depan kelas dan mengajak teman2 untuk menerjemahkan 1 literatur bhs Inggris ke bhs Indonesia.

Ajakan ini diajukan dgn serius tapi jenaka. Ditanggapi atau tidak oleh teman2, bagiku itu soal lain. Yg jelas anak muda ini (waktu itu BH masih tergolong muda) punya kelebihan lain, berani tampil dengan ide2nya. Saluut untuk BH. Ide2 mu pasti akan menghasilkan sesuatu untuk Indonesia. [Selasa, 13/4/2010 : 2:09pm via Facebook Mobile].

Bambang Haryanto : Thanks, BJ, HW dan SBR. Saya senang tujuan kita kangen-2an via FB bisa terjadi. Bener juga "kyai akik sakti" :-) dalam ngunandiko, betapa ilmu yang kita dot dari ban dan knalpot JIP itu bisa diejawantahkan dalam pelbagai medan bakti. Senang sekali mendengar kisah-kisah penuh teladan dan sukses dari teman-teman. Siapa menyusul untuk rela berbagi cerita ? [Rabu, 14/4/2010 : 11:39am].

Zul Herman : Mas BH, tulisan anda menarik sekali. Anda sungguh beruntung terbiasa menulis dan dengan menulis terbiasa membaca. Dua aktivitas yang saling berkaitan.

Seorang pustakawan yang tidak membaca ibarat ayam mati di lumbung padi.Ke dalam kategori ini mungkin saya termasuk pula. Walupun saya juga seperti Mas BH, adalah pustakawan yang tidak pernah benar-benar jadi pustakawan dan juga tidak membaca (lagi) apalagi menulis. Walaupun dalam hati saya selalu gemas ingin menulis. Tapi selalu saya gagalkan dengan tidak mau berlatih diri. Saya ingin mendapatkan resep dari Mas BH soal ini. [Rabu, 14/4/2010: 12:14pm].


Bakhuri Jamaluddin : BH sudah memancing kwartet mantan pustakawan (kurang sejati), kini telah bertautan "pandawa" alumni JIP-FSUI angkatan 1980. Wah, ternyata sudah S3 semua, artinya ya tentu saja "Sampun Sepuh Sedanten" alias "Sudah Sepuh Semua" tapi masih rajin fb-an. Ayo, mana Srikandi JIP-FSUI, mari bergabung. [Kamis, 15/4/2010 : 8:36pm].

Zul Herman : Hallo pak BJ. Sorry saya sangat tidak rajin Fb-an. Tidak selalu update. [11 hours ago].

Bakhuri Jamaluddin : He he he ......wajar donk..........dulu di JIP-FSUI belum ada SKS-nya !!!!!!!!! [11 hours ago ].

Subagyo Ramelan : Betul kata BJ, kita sdh S3. Bahkan saya sdh naik (klo jenjang pendidikan, turun ngkale) jadi M.ec atau Momong enam cucu. Makanya klo di Fb saya sering dipanggil mbah Yo oleh anak, mantu, keponakan atau bahkan oleh teman2 yg lain. Uhuk...uhuk...uhuk (tuuh, mbah Yo batuk2 lagi) [11 hours ago via Facebook Mobile ].

Bambang Haryanto : @Zul Herman : Thanks sudah gabung. Tulis saja pengalaman Anda, termasuk saat berkuliah di Leeds (? ya),spt mendongeng kpd anak-anak. Dinantikan My Notenya. Bg saya menulis,hmm,smg dapat sebagai "ibadah" ya ? Menular-nularkan apa yang saya kebetulan punya. Salam. [10 hours ago ].

Zul Herman : Saya senang sekali dapat 'berjumpa lagi' dengan teman-teman lama walaupun bukan di dunia nyata, dunia virtual. Tentang menulis, terima kasih atas sarannya. Saya lagi mencoba melatih diri dan saran Anda itu menarik untuk dicoba. [6 hours ago ].

Hartadi Wibowo : "Rasanya tambah kangen ingin jumpa Mbah YO, Oom BH, pakde BJ, bung ZH, (uda Saiful Haq kemana ???) Kapan ngumpul ? Utk yg domisili di Jabodetabek, utk pra-reuni kita bisa ngobrol di kantor saya, di Mampang. Silakan, tentukan hari apa, mau siang (jam istirahat) atau sesudah jam kantor. OK ?

Bicara soal tulis menulis, ada pengalaman yg tidak bisa saya lupakan. Tahun 90-an saya agak rajin menulis artikel utk majalah internal (Buletin Ekonomi Bapindo, dan Warta KORPRI Bapindo). Yang saya tulis adalah rangkuman data & informasi dari berbagai sumber, saya kemas dng bahasa yang ringan, saya ulas sedikit, kasih kesimpulan. Juga ada Wawancara Imajiner antara saya dengan tokoh rekaan, Si Cemplon. Soal informasi & data, (waktu itu) pustakawan adalah jagonya (di tempat saya, lho,).

Saya pernah nulis mengenai Bisnis (Industri) Taksi di Jakarta. Dengan data lengkap, termasuk Perda, dan ulasan prospek bisnis, maka kesimpulannya adalah bahwa (waktu itu) bisnis taksi di DKI sudah mulai jenuh. Sebulan setelah tulisan tsb dimuat, saya ditelpon oleh seseorang yang mengaku nasabah/debitur Bapindo.

Dia mengatakan punya rencana akan mengajukan kredit ke Bapindo utk usaha taksi. Namun setelah baca tulisan saya, dia jadi ragu2 utk usaha taksi. Akhirnya minta konsultasi ttg pertaksian. Saya sarankan prospek usaha taksi masih terbuka luas utk daerah penyangga, yaitu Bogor, Depok, Tanggerang, dan Bekasi. Akhirnya dia berniat melanjutkan rencananya, dan akan memindahkan "base camp"-nya di Bekasi. Maka saat itu jadilah saya seorang "konsultan" pertaksian. He he he.

Dan satu tahun kemudian seorang senior saya di Bapindo yang sdg ambil studi S2," meminang" taksi saya utk dijadikan topik tesis S2-nya. Bukan hanya saya izinkan, tapi malah saya lengkapi dengan data & informasi terbaru ttg bisnis pertaksian. Betapa bangga dan bahagianya jadi pustakawan. Dan sampai sekarang jiwa "pustakawan kuno" saya masih ada, yaitu masih suka ngumpulin artikel koran. Wass, HW. "

Zul Herman : "Mas HW, wah ini kreasi yang harus terus dipupuk dan diteruskan. Saya dulu saat bekerja di organisasi antar pemerintah Asia pacific (APCC) selain sibuk urusan proyek jaringan informasi, saya juga berperan sebagai managing editor majalah "Cocoinfo" atau coconut information berbahasa Inggris mengenai industri kelapa di Asia Pasifik. Majalah ini beredar global. Sayang saya tidak banyak menulis, tetapi lebih banyak sebagai editornya.

Di lembaga ini selama 5 tahun, sebagai editor, saya berhasil menerbitkan kurang lebih 40 buku tentang kelapa dan industri kelapa Asia Pasifik. Kelapa adalah tumbuhan yang seluruh bagiannya berguna, mulai dari akar sampai lidinya. Makanya kelapa disebut orang sebagai Tree of Life. Industri kelapa berkembang pesat di Filipina, India dan Sri langka. Indonesia sebagai penghasil kelapa terbesar di kawasan Asia dan Pasifik, industri kelapanya jauh, jauh ketinggalan. Untuk tulis menulis kita harus banyak belajar dari Mas BH. Beliau dari dulu memang produktif di bidang ini. "


Bambang Haryanto : BJ benar. Angkatan JIP 1980 sudah “S-3” semuanya. Di akun FB-ku ini, saya pajang tanggal, bulan dan tahun kelahiranku. Tahun 2010 ini, Insya Allah, umur saya 57 tahun. Itu umur biologis, karunia Illahi yang tak bisa dipungkiri.

Tetapi selain umur biologis ada juga umur psikologis. Di sini umur dimaknai bukan berdasar angka, tetapi berdasar perspektif yang bersangkutan dalam memandang dan menjalani kehidupan. Saya pernah menonton acara bincang-bincang di tv manca negara yang memunculkan istilah “umur 30 tahun adalah umur 20 yang diperbarui,” dan begitu selanjutnya, seperti “umur 60 tahun adalah umur 50 yang diperbarui.”

Berdasar umur psikologis itu sebenarnya orang dapat mengerem laju jarum jam hidupnya, antara lain ketika meninjau masa lalu kita masing-masing. Menulis buku harian (saya lakukan setiap hari), menulis otobiografi dan menulis blog, merupakan cara bagus untuk menyortir kekaburan masa-masa lalu. Sehingga masa lalu tidak lagi hanya berupa satu gumpal campur aduk segala hal tanpa makna.

Masa-masa lalu tersebut dapat Anda urai untuk membentuk pola tertentu yang membahagiakan, membanggakan, baik susunan yang terdiri dari kejadian atau pun prestasi-prestasi tertentu.

Hmm, maukah sobat-sobat “S-3” JIP-FSUI 1980 melakukannya ? Bukan untuk saya, tetapi untuk anak keturunan Anda sendiri. Sebagai legacy, catatan warisan bahwa Anda pernah hadir istimewa di dunia ini. Syukur-syukur, bila ditulis di blog, FB atau buku, sejarah hidup Anda tersebut bisa menjadi inspirasi bagi orang lain. Kalau bukan Anda sendiri yang menuliskannya, siapa lagi ? [Diunggah : Jumat, 16 April 2010, jam 12.40].

Subagyo Ramelan : "Wah, teman2 JIP telah mampu menjadi pustakawan yg berhasil dan berpengalaman di bidang tulis menulis. Kepustakawanan (librarianship) memang mengemban tugas sbg jembatan yg menghubungkan antara informasi dgn yg membutuhkan. Dlm hal ini, teman2 yg aktif pasti, paling tidak, akan (terpaksa?) menulis/menghidangkan informasi kepada users, atau potensial-users. Karya ini, walau tdk dipublikasikan, toh juga merupakan karya tulis yg bermanfaat. Lebih2 lagi jika disebarluaskan melalui media lain. Angkat topi untuk mereka.

Lain lagi dgn pengalaman mbah Yo. Tak ada hasil yg berupa karya tulis (tak mampu menulis, kali). Pernah sekali waktu dulu menulis beberapa cerpen, dikirim ke KOMPAS. Eeh, semuanya dikembalikan, alias ditolak. Maka mbah Yo ga jadi penulis cerpen tapi terdampar dikancah per-akik-an.

Jadilah mbah Yo tukang gosok akik. Tapi mbah Yo tetap mantab dengan kondisi ini. Paling tidak, mbah Yo bisa ikut andil mengurangi pengangguran di Indonesia, walau hanya beberapa gelintir."

Hartadi Wibowo : "Tulisan Oom BH dan semangat mbah YO membuat saya (seolah) mengerem laju jarum usia psikologis saya. Tiba-tiba, usia saya yang sekarang 55+ terasa menjadi 45, karena tulisan Oom BH dan semangat mbah YO tadi membangkitkan gairah hidup saya (yang menjelang pensiun ini) menjadi lebih menyala. Komunikasi ini menjadikan saya merasa muda lagi, seperti sdg ngobrol dng teman-teman kuliah saya dulu sambil makan somay di Taman Sastra. He he he nostalgia.

Oh ya sobatku, ada satu hal dalam kehidupan saya yang agak bersifat "menurun" kpd anak perempuan saya. Dulu, saya masuk JIP setelah dapat Sarmud. Kemudian sambil kuliah saya kerja part timer di LPEM FEUI, dan TEMPO.

Empat tahun yl anak perempuan saya (yg tertua) masuk ke Fak Ilmu Budaya UI (dulu FSUI), progr D3 Jurusan Manajemen Informasi dan Dokumentasi (MID). Ternyata ini jurusan gabungan antara ilmu perpust dng kearsipan. Dan dosennyapun masih ada yg sama dng yng mengajar kita dulu, a.l. Ibu Kalangie, Pak Zulfikar, dan mbak Ining. Jadi seharusnya kepada ibu Kalangie anak saya tidak memanggil ibu dosen, tetapi nenek dosen. Ha ha ha opo tumon ??

Setelah selesai D3 MID, anak saya meneruskan S1, pindah jurusan ke Kriminologi, sesuai keinginan awal. Dan ndilalah, dia sekarang nyambi kerja di Perpustakaan FEUI. Rupanya sejarah berulang. Terimakasih sobat-sobatku, ternyata saya masih punya semangat utk menulis "cerpen" ini. Wass, HW.

Errie Reno T : "Wah thanks ya....saya setuju banget tuh..hal membaca...walaupun dulu seperti itu...sering disindir suami pustakawan kok gak senang baca...karena suami sering sekali menganjurkan anak2 untuk membaca....kapan2 kalau ke wonogiri mampir ah....he3x gak janji ya n salam bwt kel"


Rizal Saiful-haq : Baru bisa kasi komentar ! Saya kagum banget loh sama Mas Bambang. Ingatan pertama saya terhadap beliau, takkan bisa terlupakan. Langsung jadi imej saya terhadap beliau.

Ceritanya begini.Ketika tes masuk JIP FS UI di Rawamangun, saya mendapat waktu wawancara berdekatan dangan Bambang. Sehabis wawancara kami bertukar informasi. Saya bertanya pada Bambang, "Tadi ditanya apa?"

"Kenapa Anda masuk JIP?", jawab Bambang menirukan pewawancara (kalau nggak salah Bu Kalangi.

"Apa jawab Anda?", tanya saya.

Tanpa jeda, Bambang langsung jawab tenang, "Nggak kenapa-kenapa!"
Saya kaget dan tercenung. Saya ketika itu merasa Bambang tak akan lulus.

Eeee ternyata lulus dan jadi mahasiswa "paforit" JIP. Bahkan saking senangnya Buk Soma sering mengulang nama Bambang menjadi Bengbeng. Saya kira eh, saya yakin Bu Soma tidak bermaksud "mengejek", bahkan sebaliknya itulah cara khas Bu Soma mengekspresikan kesenangannya pada Bambang.

Saya juga kagum pada Catatan Bambang. Dia masih ingat ketika saya bilang kelompok dia yang biasa mojok, sebagai Bursa ide. Saya juga selalu ingat selalu terbayang peristiwa itu. Cuma saya bdoh sekali baru tau bahwa "Geng Bursa Ide" inilah yang punya andil besar merancang Perpustakaan UI Jasa Anda tak akan hilang walau mungkin sekarang masih tersembunyi.

Tentang Wonogiri kon saya jadi ingat kuliah KK-2 dengan Pak Sulis, ya. ? Pak Sulis sering memberi contoh atau soal tentang Wonogiri .... eee sekarang Bambang di situ. Apa ada hubungannya ya?


Rizal Saiful-haq : Tentang sejarah berulang, saya juga punya cerpen nih Pak Teddy.Sebelum ke Jakarta saya sekolah di Padang. Tempat sekolah saya namanya Jati dan Gunung Pangilun. Saya tinggal di daerah yang bernama Alay yang terletak antara Jati dan Gunung Pangilun.

Nah, tahun 2002 saya dipindahkan Bulog kerja di Padang. Eee rumah dinas saya itu di Gunung Pangilun (bukan benar-benar gunung loh). Dari rumah ke kantor saya selalu melewati jalan yang dulu saya gunakan setiap hari pergi/pulang sekolah.

Bedanya, dulu saya melewati jalan itu dengan sepeda butut, pada tahun 2002 itu saya melewati jalan itu dengan Kijang........ plat merah! he he he. Iya ya sejarah berulang dengan cara lain.

Sekarang saya merasa lebih banyak hidup (mengulang kembal)i di uadara yang pernah saya hirup selama 7 tahun (1973-1980 yang sudah lama berlalu). Yaitu, Pasar Jumat dan Ciputat. Udaranya dah beda kali ya ?


Wonogiri, 11-12/4/2010

ee

No comments:

Post a Comment