Oleh : Bambang Haryanto
Esai Epistoholica No. 3/JULI 2004
Home : Epistoholik Indonesia
MOMEN BRUTAL. Ketika terjadi penyerbuan brutal ke kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro, saat itu saya berada sekitar 3 km dari lokasi. Sepanjang siang itu saya berada di Perpustakaan LIA, Jl. Pramuka, Jakarta Timur. Kalau membuka-buka lagi buku harian, pagi itu memang muncul bisikan suara hati kecil yang memanggil-manggil : datanglah ke kantor PDI itu. Siangnya, saat keluar dari LIA dan membaca koran sore Harian Terbit, halaman depannya terpajang foto-foto yang menggambarkan momen-momen penyerbuan brutal itu.
Hari-hari sebelumnya, ketika berlangsung mimbar bebas di kantor DPP PDI itu, udara politik Jakarta terasa panas. Konggres PDI di Medan yang memenangkan Suryadi sebagai upaya rejim Orde Baru untuk menenggelamkan Megawati, adalah rekayasa yang terbaca jelas oleh masyarakat luas. Tetapi mereka bungkam dan takut-takut bersuara. Pejabat militer, Feisal Tanjung (Kompas, 23/7/1996) menuduh mimbar bebas itu sebagai upaya tindakan makar.
KENAL E-MAIL PERTAMA KALI !. Saat itu Olimpiade Atlanta mulai berlangsung, sejak tanggal 20 Juli 1996. Sehari sebelumnya, sebagai suporter olahraga Indonesia saya berkenalan dengan sarana canggih saat itu, senjata utama dunia maya, guna mendukung Susy Susanti dkk yang sedang bertarung merebut medali emas keduanya (sebelumnya di Barcelona, 1992 !) di Atlanta. Sarana canggih itu adalah : surat elektronik atau e-mail.
Tanggal 19 Juli 1996, saat berkunjung ke IBM Expo 1996 di Gedung Bapindo, Jl. Jenderal Sudirman, saya menemukan stand IBM in Olympic. Di gerai itu terpajang beberapa komputer yang memperbolehkan pengunjung untuk kirim e-mail untuk mendukung para atlet, siapa pun, yang sedang berjuang di Atlanta.
Sekadar info tambahan, di Olimpiade Atlanta itu memang IBM sebagai salah satu sponsor utama telah memajang puluhan komputer di koridor perkampungan atlet. Koridor itu namanya Surf Shack, di mana atlet-atlet dapat mengakses dukungan dari para suporter, dari antero pojok jagat, untuk diri mereka. Ketika berlangsung Olimpiade Sydney 2000, aksi suporter jarak jauh via e-mail itu kembali saya lakukan. Tapi dari Solo.
Saat Olimpiade Atlanta, saya tahu betapa kecil kemungkinan atlet-atlet (dan ofisial) Indonesia mau (dan tahu untuk) mampir ke gerai khusus IBM ini. Toh saya nekad juga. Darah suporter saya, menuntut dipuaskan.
Dengan terbata-bata, ini pengalaman pertama saya mengetik e-mail (masih tak tahu manfaat tombol Delete dan Enter) di website http://www.fanmail.olympic.ibm.com saya memberikan support untuk Susy Susanti, Alan Budikusuma, Joko Suprianto, Ricky Subagdja dan Rexy Mainaky dan Bayu yang atlet judo. Dalam e-mail itu juga saya tuliskan titip salam saya kepada Broto Happy W., wartawan tabloid BOLA, yang saat itu juga sedang meliput di Atlanta. Dia adik saya.
SAFARI KIRIM SURAT PEMBACA. Sebagai epistoholik dan suporter olahraga Indonesia, aksi mencicipi pemberian dukungan melalui surat elektronik itu mendorong saya melakukan apa yang harus saya lakukan : menyebarkan informasi itu dengan menulis surat-surat pembaca !
Isinya mempromosikan alamat situs IBM itu, agar semakin banyak orang tergerak mengirimkan e-mail dukungan seperti yang saya lakukan tadi. Tanggal 24 Juli 1996 saya sepanjang hari sengaja melakukan safari untuk mengirimkan surat-surat pembaca itu.
Berangkat dari domisili saya di Rawamangun, naik bis kota menuju Redaksi Suara Pembaruan dan Harian Jayakarta dan Tabloid Paron di Cawang, lalu ke Warung Buncit tempat Harian Republika, kemudian ke lokasi Harian Suara Karya di Jalan Bangka Raya.
Disambung ke Palmerah untuk menyambangi Tabloid BOLA, The Jakarta Post, Kompas, juga Persda, yaitu kantor di Jakarta yang mewakili beberapa koran daerah di bawah bendera Kompas, antara lain titip surat pembaca ke Bernas. Dilanjutkan ke Slipi, menemui Harian Bisnis Indonesia.
Sempat di gedung yang sama mampir ke institusi pendidikan komputer Inixindo untuk menjual gagasan : bagaimana kalau beberapa fasilitas komputer di lembaga ini dipajang di arena publik sebagai outlet untuk menghimpun dukungan jarak jauh bagi atlet-atlet kita yang sedang berjuang mengharumkan nama bangsa di pentas dunia. Sebelumnya saya juga kirim fax ke Citibank, sponsor utama kontingen Olimpiade kita, mengusulkan agar d ikantornya menyediakan komputer untuk tujuan yang sama.
TEMU ISTILAH BARU : REKACULIKA. Dibayang-bayangi panasnya rekayasa rejim Orba untuk konggres PDI Medan, kemarahan terpendam rakyat yang tercermin dari suasana mimbar bebas di kantor PDI, ancaman tindak kekerasan oleh rejim Orba saat itu dan berlangsungnya Olimpiade Atlanta, surat pembaca yang saya tulis untuk pelbagai media di atas berbunyi :
Dukung Atlet Via Internet
Obor Olimpiade Atlanta 1996 telah berkobar. Sebuah kompetisi antarmanusia yang mengandalkan aturan main yang adil dan wasit yang tidak memihak, telah dimulai. Drama manusia di Atlanta mungkin dapat mengibur nurani kita, terutama pada hari-hari terakhir ini kita disuguhi drama kompetisi antarmanusia yang penuh rekaculika (rekayasa negatif).
Mari kita dukung atlet-atlet kita yang bertanding dengan menaati aturan main. Jaringan komputer global Internet (juga digunakan untuk memantau hasil pemilu di India, Korea Selatan dan Taiwan) memungkinkan kita di Indonesia untuk kontak langsung secara real time melalui surat elektronik (email) dengan atlet-atlet kita di Atlanta.
Berselancarlah di Internet dan kirim dukungan Anda di home page : http://www.fanmail.olympic.ibm.com/. Untuk mengakomodasikan keinginan pendukung yang belum memiliki akses Internet dalam menyampaikan dukungan moralnya kepada atlet kita di Atlanta, sebaiknya bila Citibank sebagai sponsor resmi Tim Olimpiade Indonesia dan Team Opel sebagai sponsor tim bulutangkis Indonesia menyediakan fasilitas komputer dan akses Internet untuk memfasilitasi pengiriman ribuan e-mail dari para pendukung atlet Indonesia di Atlanta. (Bambang Haryanto, Pemerhati Internet, PO Box 6255/Jatra, Jakarta 13062).
SEDIH VS GEMBIRA. Sesudah 27 Juli 1996 itu para jenderal bilang bahwa kerusuhan di Jakarta pasca-penyerbuan kantor PDI itu ditunggangi komunis. Para kader PRD langsung jadi buron.
Di Suara Karya? (29/7/1996) artikel saya berjudul Internet Di Ambang Kematian ? dimuat. Sedih menyaksikan Susy Susanti kalah di semifinal lawan Bang Soo Hyun (Korea), tapi juga gembira karena Mia Audina malahan melaju ke final tunggal putri bulutangkis di Atlanta.
Akhir Juli 1996, tepat tanggal 31, ganda bulutangkis putra, Ricky Subagdja dan Rexy Mainaky, dengan susah payah, merebut medali emas Olimpiade Atlanta !
Majalah Newsweek edisi 5 Agustus 1996 (terbit 31/7) terang-terangan mewartakan bahwa Soeharto sukses meng-crack down mimbar bebas PDI.
Delapan tahun kemudian, kekalahan dan kemenangan atlet bulutangkis Indonesia di Olimpiade Atlanta 1996 itu mungkin sudah banyak yang kita lupakan. Tetapi Tragedi 27 Juli 1996, terus saja menjadi ganjalan yang pedih di benak nurani bangsa ini. Sampai kapan ?
Wonogiri
27-29 Juli 2004
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment