Oleh : Bambang Haryanto
Esai Epistoholica No. 10/September 2004
Home : Epistoholik Indonesia
NOSTALGIA HOJA. Apakah Anda merasa akrab dengan majalah anak-anak, Kawanku ? Tahun 1970-an, isi majalah ini yang paling saya sukai adalah kisah-kisah pendek seorang sufi Nasarudin Hoja. Leluconnya, saya anggap, cerdas dan jenaka.
Misalnya, suatu saat Nasarudin bilang kehilangan cincin di rumahnya. Tetapi ia mencari-cari cincin yang hilang itu justru di halaman rumah. Tetangganya, yang tahu masalahnya, lalu bertanya : “Mengapa kamu mencari cincin itu di halaman rumah, padahal cincin itu bukankah hilang di dalam rumah ?” Nasarudin dengan tenang bilang, ia mencarinya di halaman karena di dalam rumah gelap.
Tahun 1980-an, gantian saya yang mengirimkan koleksi lelucon ke majalah Kawanku ini. Saat itu saya tinggal di Jakarta dan secara rutin menagih honor di kantornya yang terasa gelap, kurang cerah, di bilangan Jl. Daan Mogot, Jakarta Barat. Pada edisi No.17/18-24 November 1988 : 12 termuat kiriman saya :
· PISAU BERSIH. Seorang pengunjung restoran berteriak kepada pelayan. “Pelayan, pisau roti ini tidak bersih !” / “Ah, masa Tuan ? Saya yakin pisau itu benar-benar bersih, sebab baru saja saya gunakan untuk mengiris sabun !”. (Bam).
· BERSAHABAT. “Saya kini punya sirkus di rumah, seekor singa yang bisa bersahabat dengan seekor domba”/”Waha, hebat. Apakah mereka tidak saling bertengkar /”/”Ya, mereka kadang bertengkar, dan sesudah itu biasanya saya harus membeli seekor domba baru lagi” (Bam).
Kemarin (27/9) saya mengirim e-mail ke majalah KaWanku ini. Bukan untuk kirim lelucon lagi. Majalah KaWanku sekarang sudah diakuisisi oleh Kompas-Gramedia Group, kantornya pun sudah pindah, dan isinya berubah menjadi majalah untuk remaja perempuan.
Edisinya yang terbaru (No.14/27 September 2004) mengangkat topik Smoking Is Not Cool At All. Antara lain diungkap 19 alasan remaja engga perlu merokok dan 7 alasan bilang “NO” buat rokok. Sampulnya menampilkan dara cantik, mengacungkan telunjuk ke bawah (thumb down) sementara t-shirtnya bertuliskan slogan : I HATE SMOKER.
BOM TERORIS NIKOTIN. Topik KaWanku itu segera memacu saya (27/9/2004) untuk mengirimkan e-mail sebagai berikut :
Dear KaWanku,
Salut untuk laporan utama KaWanku No. 14/27 September 2004 mengenai kampanye anti merokok. Saya dari Epistoholik Indonesia (komunitas orang-orang yang mabuk dan getol menulis surat-surat pembaca di media massa se-Indonesia) juga melakukan kampanye serupa melalui kolom-kolom surat pembaca. Untuk dokumentasinya silakan kunjungi situs blog B.U.B.A.R. ! (Bersihkan Udara Bebas Asap Rokok !) di : http://bubar.blogspot.com.
Liputan KaWanku itu bagus sekali untuk membuka wawasan anak muda kita. Apalagi, di Indonesia saat ini terjadi perang sengit antara pabrik rokok luar negeri vs pabrik rokok dalam negeri. Korbannya, ya anak-anak muda kita.
Wartawan William Ecenbarger dalam artikel berjudul America’s New Merchants of Death (Reader’s Digest, 4/1993 : 17-24 ) menyebutkan, raksasa industri rokok Amerika sebagai saudagar-saudagar kematian baru semakin agresif memindahkan pasarnya ke luar negeri. Sebabnya, karena sebagai negara maju dengan penduduknya rata-rata berpendidikan, memiliki kesadaran menjaga kesehatan yang tinggi, membuat konsumsi rokok di sana semakin menurun. Apalagi perangkat hukumnya ketat dan tegas.
Sasaran perpindahannya adalah negara-negara miskin dan berkembang. Indonesia dengan penduduk ratusan juta, jelas merupakan pasar yang sangat menggiurkan. Sadisnya lagi, anak-anak dan kaum muda yang menjadi sasaran bidik utama mereka.
Mengapa anak-anak ? Ketika kaum perokok tua berhenti merokok atau meninggal, membuat masa depan industri rokok bergantung kepada keberhasilan perekrutan konsumen baru mereka, yaitu anak-anak dan kaum muda. Terlebih lagi dari hasil kajian didapat data bahwa seseorang mulai merokok rata-rata pada umur 12 – 16 tahun. Mereka yang tidak merokok ketika berumur 18 tahun akan tidak kecanduan merokok.
Ketika serbuan rokok Amerika mengganas di Indonesia, reaksi apa yang dilakukan industri rokok di Indonesia ? Melawan. Terjadilah perang sengit antar saudagar kematian. Anak-anak muda kita menjadi korban ledakan bom-bom nikotin yang dipoles citra gaya hidup muda, gaul, gaya, funky, masa kini.
Sampai-sampai mahasiswa dan dosen dua perguruan tinggi negeri, UNS di Solo dan Undip di Semarang (Kompas Jawa Tengah, 17/9), termehek-mehek mengikuti seminar promosi rokok yang terselubung jubah pendidikan untuk terbius sihir seputar kejuligan para kreator iklan dalam memasarkan produk yang berbahaya itu untuk anak-anak muda kita.
Perang antarprodusen rokok di atas mirip fenomena perang melawan teroris di negeri kita, pasca serangan teroris 11 September 2001. Saat itu Amerika Serikat bangkit, bergegas menata diri untuk memerangi terorisme. Peraturan imigrasi yang ketat sampai kewaspadaan tinggi, mampu mempersempit ancaman teroris. Akibatnya, kaum teroris memindahkan teater terornya melawan AS dan sekutunya di negara-negara luar AS. Termasuk ke Indonesia, di mana teror bom di Bali, Hotel Mariott Jakarta dan di depan Kedubes Australia adalah contoh aktualnya.
Sebagaimana terorisme, perang perebutan pasar rokok merembet ke negara kita. Indonesia dengan perangkat hukum relatif lemah dalam regulasi rokok, bahkan presiden perempuan kita enggan menandatangani FCTC, menjadikan negeri ini ideal menjadi arena perang antarpara penjaja bom-bom nikotin itu.
Korbannya ? Menteri Kesehatan AS Richard Carmona mengutip isi Laporan Pemerintah AS No. 28 (Deutsche Presse-Agentur, 27/5/2004) menyatakan bahwa merokok mengakibatkan penyakit untuk semua organ tubuh, pada semua tingkatan usia, di seluruh dunia.
Tercatat 440.000 warga AS meninggal tiap tahun akibat penyakit yang terkait dengan merokok dan menghamburkan biaya 157 milliar dollar per tahun, di mana 75 milliar untuk pengobatan dan 82 milliar dollar untuk produktivitas kerja yang hilang.
Itu di AS, sebuah negeri kaya yang penduduknya kebanyakan berpendidikan dan memiliki kesadaran kesehatan yang tinggi. Bagaimana jumlah korban bom-bom teroris nikotin di Indonesia ? Mari kita tanyakan kepada presiden kita yang baru.
BAMBANG HARYANTO
Epistoholik Indonesia
P.S. : Profil saya sebagai kaum epistoholik telah diulas Majalah Intisari (Juli 2004) dan surat pembaca saya di Intisari (September 2004). Oh ya, untuk mBak Mutiara Siahaan, di Kompas edisi Muda, Anda pernah menganjurkan anak muda belajar berpolitik antara lain dengan menulis surat-surat pembaca di media massa. Mohon maaf, saya tanpa minta ijin, anjuran Anda itu telah saya kutip dan saya muat di situs blog bagian dari situs blog Epistoholik Indonesia, yaitu di http://serbaserbi.blogspot.com. Harap maklum.
Terima kasih untuk atensi Anda. Sukses untuk KaWanku. Oh ya, ketika alamatnya masih di Daan Mogot, saya masih suka kirim lelucon kepada Kawanku yang Orde Lama.
SERENDIPITY !. Laporan utama majalah KaWanku itu, entah kenapa, sepertinya nyambung dengan apa yang saya lakukan akhir-akhir ini. Seperti sebuah serendipity, kebetulan yang menakjubkan. Karena beberapa hari sebelumnya, pada tanggal 23 September 2004 telah kirimkan ide kerjasama ke Lembaga Menanggulangi Masalah Merokok (Lembaga M3) di Jakarta :
Yth. Bapak dr. Didy Purwanto
(lembaga_m3@yahoo.com)
Sekretaris Umum LM3 di Jakarta
Salam sejahtera. Semoga kiprah LM3 senantiasa sukses. Apa agenda terbaru dari LM3 saat ini, sehubungan dengan terpilihnya presiden kita yang baru ? Semoga beliau mau segera menandatangai protokol FCTC.
Sekadar cerita, pada bulan Oktober 2003, saya telah membentuk komunitas penulis surat pembaca se-Indonesia, bernama Epistoholik Indonesia. Slogannya, niru kalimat saktinya Eyang Rene Descartes, Episto ergo sum : saya menulis surat pembaca karena saya ada. Kiprah ini telah diliput di Majalah Intisari, Juli 2004 dan tambahan di Intisari, September 2004. Situs blog EI di http://episto.blogspot.com.
Seperti saya ceritakan kepada Bapak di email saya setahun lalu (13/9/2003), saya mencoba menghimpun penulis surat pembaca yang kebetulan se-ide dalam mengkampanyekan anti merokok. Baru ada dua orang, saya sendiri (http://beha.blogspot.com) dan Joko Suprayoga (http://jokos.blogspot.com).
Merujuk ide di atas, saya ingin terus merekrut para penulis surat pembaca yang seide, dengan mengundang mereka untuk menulis surat-surat pembaca anti rokok, dan kepada mereka akan diberi penghargaan berupa kaos. Untuk itu, saya berharap, LM3 bersedia menjadi sponsor yang menyediakan kaos hadiah tersebut dan sekaligus mengirimkannya kepada mereka yang karyanya terpilih.
Mekanismenya, saya dari Epistoholik Indonesia, akan menulis surat-surat pembaca, mengajak publik untuk menulis seputar bahaya merokok. Karya terpilih, saya katakan akan mendapat suvenir dari LM3 Jakarta. Fotokopi surat pembaca itu nantinya dikirimkan ke alamat saya. Kemudian akan saya pilih, misalnya dalam bulan Oktober 2004 dipilih dua pemenang. Nah, nama dan alamat pemenang itu akan saya kirim via e-mail ke LM3, dan dari LM3 dikirimkan hadiah kaos (plus brosur LM3 dan info lain) kepada mereka.
Saya usulkan, kaos itu dibuatkan desain/gambar yang funky dan slogan yang trendy. Misalnya, slogan : Cigarette : A pinch of tobacco rolled in paper with fire at one end and a fool on the other. Rokok adalah sejumput tembakau yang dilinting pada selembar kertas yang menyala pada satu ujungnya dan ujung lainnya terdapat seseorang yang tolol. Lalu ada logo LM3 dan juga logo Epistoholik Indonesia.
Begitulah Bapak Didi, sekadar obrolan dan iuran gagasan dari kami. Semoga bermanfaat. Saya tunggu respons dan nasehat dari LM3. Terima kasih.
Hormat saya,
Bambang Haryanto
Epistoholik Indonesia
AYO GABUNG DI B.U.B.A.R !. Kapan ide B.U.B.A.R ! itu muncul ? Sepuluh tahun lalu. Hal itu tercatat di Tabloid Karina No. 10/Minggu IV Juli 1994 yang telah memuat surat pembaca saya sebagai berikut :
Kampanyekan Terus Bahaya Rokok !
Dear Karina,
GeMa Karina No. 2 tentang remaja yang kecanduan rokok, membuat saya ngeri. Say lantas teringat laporan utama majalah Reader’s Digest (April 1993) yang menulis bahwa di Amerika Serikat kini sudah menjadi saudagar penyebar maut di dunia. Maut yang disebar oleh Paman Sam itu tidak lain adalah rokok !
Kita tahu di Amrik terus berlangsung kampanye gencar mengenai baya merokok, segencar larangan merokok di tempat kerja dan fasilitas umum. Penduduk negara maju tersebut yang rata-rata berpendidikan tinggi dan sadar akan kesehatan, telah menerima pesan positif tersebut. Di sana lantas kecenderungan merokok pun menurun.
Tetapi kecenderungan yang demikian ternyata menggelisahkan raksasa pabrik rokok. Ketika pasar rokok menurun di AS, pabrik-pabrik rokok itu lantas mulai gencar lagi memasarkan asap mautnya ke negara-negara berkembang, termasuk ke negara kitra.
Gencarnya serbuan rokok dari AS itu sekaligus membangkitkan pabrik-pabrik rokok dalam negeri, yang kemudian bersama-sama mempergencar promosi. Promosi yang dilakukan antara lain mendompleng event olahraga, bagi-bagi rokok gratis bagi pengunjung konser rock, dalam rangka mengincar konsumen baru, yakni remaja putra mau pun putri.
Kecenderungan yang membahayakan itu harus dicegah. Dan Karina telah memicu usaha yang positif itu. Satu usul, bagaimana kalo Karina menyediakan kolom untuk iklan layanan masyarakat yang mengingatkan remaja tentang bahaya merokok. Sokur-sokur Karina bisa menghimpun pembaca untuk tergabung dalam klub yang bermisi mengkampanyekan bahaya rokok.
Terakhir, siapa di antara pembaca yang tahu alamat Forum Komunikasi Penanggulangan Bahaya Merokok (FKPBM) di Jakarta ? Saya, pengin gabung sebagai relawan.
Bambang Haryanto
Bersihkan Udara Bebas Asap Rokok (BUBAR)
Po Box 6255/Jatra
Jakarta 13062
A RACE TO THE DEATH. Harian Solopos (25/9/2004) dalam kolom olahraga mewartakan kecaman majalah kesehatan bergengsi Inggris, The Lancet, terhadap penyelenggaraan Grand Prix Formula 1 di Shanghai, Cina (26/9/2004) yang disponsori pabrik rokok raksasa. Acara itu disebut sebagai, “sebuah adu cepat menuju kematian”.
Editorial The Lancet menggambarkan penyelenggaraan Grand Prix Formula 1 di Shanghai itu sebagai kemenangan raksasa-raksasa perusahaan rokok yang sangat ingin menggunakan Grand Prix Formula 1 untuk mempromosikan produknya guna menguasai pasar Cina dan Asia. Cina adalah pasar rokok terbesar dunia, dengan 350 juta perokok.
Bahkan majalah tersebut mengutip isi dokumen internal perusahaan British American Tobacco (BAT) yang mengakui bahwa tujuan di balik mensponsori tim Grand Prix Formula 1 British American Racing (BAR) adalah untuk meningkatkan popularitas merek rokoknya di Cina, India dan Asia Tenggara.
Pada halaman koran Solopos yang sama, terpampang berita turnamen sepakbola lokal yang ditempeli blok iklan nama turnamen tersebut : Liga Sepakbola Solopos Djarum Super 2004.
Indonesia memang medan laga ideal untuk perang antarpabrik rokok, di mana jutaan anak-anak muda kita yang bakal terus menjadi korbannya. Apakah Presiden kita yang baru juga telah menyadari besarnya ancaman semacam ini ?
Wonogiri, 28 September 2004
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment