Oleh : Bambang Haryanto
Esai Epistoholica No. 72/Mei 2009
Email : humorliner (at) yahoo.com
Home : Epistoholik Indonesia
Membunuh satu kera. Sebuah lelucon berbau rasis antara orang Perancis versus orang Swiss. Si Perancis bertanya, “mengapa Orang Perancis selalu berusaha mengejar gengsi dan nama baik, sementara orang Swiss senantiasa mengejar uang ?” Merasa tersinggung dan direndahkan, si Swiss pun membalas. “Semua orang memang selalu mengejar apa saja yang tidak mereka miliki !”
Impas ? Semoga tendangan balik a la Swiss tadi membuat si Perancis menjadi lebih bijak. Nama baik memang aset yang berharga. Bagi individu mau pun lembaga. Di negara yang represif, sesuatu kritik kepada penguasa selalu mudah digelincirkan sebagai upaya pencemaran nama baik.
Padahal seperti ujar, Henry Wotton (1568–1639), penyair dan diplomat Inggris, critics are like brushers of noblemen's clothes. Kritik ibarat sikat untuk membersihkan pakaian sang bangsawan yang baik budinya.
Sebuah perusahaan pengembang di Jakarta, rupanya tidak memilih untuk bersikap sebagai orang mulia itu. Mereka justru telah memperkarakan kritik yang dilontarkan oleh konsumennya ke meja hijau. Upaya yang defensif, ibarat perilaku “membunuh seekor kera untuk menakut-nakuti ratusan kera yang lainnya.”
Di bawah ini saya sajikan dua berita dan satu surat pembaca yang terkait dengan kasus tersebut.
Pengirim Surat Pembaca Harus Berhati-hati
KOMPAS - Jumat, 8 Mei 2009 | 04:14 WIB
Jakarta, Kompas - Masyarakat yang menyampaikan keluhan melalui rubrik ”surat pembaca” di media massa kini harus lebih berhati-hati. Pasalnya, pengirim surat pembaca dapat dikenai hukuman pidana karena mencemarkan nama baik.
Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang diketuai Haryanto menjatuhkan hukuman enam bulan penjara dengan masa percobaan satu tahun terhadap Fifi Tanang, ketua perhimpunan penghuni Apartemen Mangga Dua Court, Jakarta. Fifitidak ditahan, selama pada masa percobaan itu tidak melakukan perbuatan pidana serupa.
Vonis itu dibacakan dalam sidang pada Kamis (7/5). Jaksa penuntut umum perkara adalah Mana Sihombing dan D Diana. Fifi yang didampingi pengacaranya, Rizal Farid, langsung menyatakan banding. ”Saya banding karena fakta hukumnya tidak benar. Ini rekayasa besar,” kata Fifi.
Majelis hakim menilai Fifi telah mencemarkan nama baik PT Duta Pertiwi selaku pengembang Apartemen Mangga Dua Court. Pencemaran nama baik itu dilakukan melalui keluhannya yang dimuat pada harian Investor Daily edisi 2 dan 3 Desember 2006. Perbuatan Fifi terbukti melanggar Pasal 311 Ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Rizal Farid, pengacara Fifi Tanang, menuturkan, kliennya selaku ketua perhimpunan penghuni Apartemen Mangga Dua Court memang mengirimkan surat ke The Jakarta Post untuk dimuat pada rubrik surat pembaca. Surat tersebut tidak pernah dimuat.
Namun, pada 2 dan 3 Desember 2006 surat itu justru muncul di Investor Daily, dengan pengirim Fifi Tanang. Padahal, Fifi tidak pernah mengirim surat ke harian tersebut. (IDR)
[Sumber : http://cetak.kompas.com/ read/xml/2009/05/08/04142187/pengirim. surat.pembaca.harus.berhati- hati ].
Penulis Surat Pembaca Dihukum Enam Bulan Penjara
TEMPO Interaktif, Kamis, 07 Mei 2009 | 19:57 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta: Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menghukum Fifi Tanang, penulis surat pembaca, enam bulan penjara dengan masa percobaan selama satu tahun. Majelis menganggap Fifi terbukti mencemarkan nama baik PT Duta Pertiwi dalam surat pembaca di harian Investor Daily tertanggal 2-3 Desember 2006.
“Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pencemaran nama baik,” kata ketua majelis hakim, Haryanto, saat membacakan putusan di persidangan, Kamis (7/5).
Lantaran menjalani masa percobaan, kata Haryanto, Fifi Tanang tak perlu menjalani penahanan. Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa yang menuntut Fifi hukuman satu tahun penjara dengan masa percobaan dua tahun
Putusan ini dianggap janggal oleh penasihat hukum Fifi, Rizal Farid. Sebab, kata Rizal, kliennya merasa tak pernah mengirim surat pembaca ke Investor Daily.
Kliennya, kata Rizal, hanya mengirim surat pembaca ke harian Warta Kota tertanggal 4 November 2006 dengan judul ‘Hati-hati Terhadap Modus Operandi Penipuan PT Duta Pertiwi Tbk’.
Dalam persidangan, kata Rizal, saksi dari Investor Daily mengaku meperoleh tulisan tersebut dari internet. “Artinya, surat tersebut tidak sah karena tidak disertai bukti identitas penulisnya,” kata Rizal.
Kasus itu bermula dari sengketa antara PT Duta Pertiwi dan sejumlah pedagang pemilik kios di ITC Mangga Dua pada September 2006. Sejumlah pedagang merasa dirugikan lantaran, saat membeli kios dari Duta Pertiwi pada 1994, mereka mengira bakal memperoleh sertifikat hak guna bangunan (HGB) murni. Ternyata belakangan mereka menerima sertifikat HGB di atas hak pengelolaan lahan.
ANTON SEPTIAN
Komentar Anda (1) :
Empati untuk ibu fifi tanang dan kawan-kawan
Salam epsito ergo sum, saya menulis surat pembaca karena saya ada.
Sebagai penulis surat pembaca, pendiri komunitas penulis surat pembaca Epistoholik Indonesia (episto.blogspot.com), saya sangat prihatin atas musibah yang menimpa Ibu Fifi, Pak Kho, dan kawan-kawan.
Hukum memang mahal untuk orang kecil. Semoga Ibu Fifi dan Pak Kho dkk, dikuatkan imannya. Perusahaan itu nampak menang di depan meja hijau, tetapi sebenarnya nama baiknya telah tererosi.
Salam episto ergo sum.
-- Bambang haryanto, Wonogiri, 13/05/2009 10:25:
[Sumber : http://www.tempointeraktif.com/hg/layanan_publik/2009/05/07/brk,20090507-175090,id.html].
Saran untuk Penulis Surat Pembaca
Pengalaman saya dalam menulis surat pembaca sudah membawa dampak yang luar biasa untuk diri saya, karena saya telah digugat dan dipidanakan oleh pelaku usaha dengan gugatan atau dakwaan penghinaan (pencemaran nama baik) dan saya sudah dihukum untuk membayar Rp 1 miliar tunai, serta proses pidana saya sedang berlangsung saat ini di Jakarta Timur dengan ketua pengadilan sebagai ketua majelis hakim.
Argumentasi di depan sidang pengadilan ataupun di depan penyidik tidak berguna, karena yang saya lawan adalah konglomerat nomor tiga terkaya di Indonesia menurut majalah Forbes. Sebab, di depan sidang, majelis hakim tidak mempertimbangkan sama sekali bukti dokumen dan bukti keterangan saksi serta ahli yang saya hadirkan di persidangan waktu saya digugat. Begitu juga di kepolisian, pihak penyidik tidak mau melihat bukti dokumen, apalagi bukti saksi.
Kalau boleh saya menyarankan kepada para calon penulis surat pembaca, hendaknya pada waktu menulis surat pembaca berupa keluhan atas produk/layanan jasa dari pelaku usaha, gunakan kata-kata yang tidak berkonotasi negatif, dan hindari rangkaian kalimat yang berarti menuduh pelaku usaha berbuat sesuatu.
Sebab, jika penulis menemui pelaku usaha yang baik, tidak akan ada masalah. Tapi jika penulis menemui pelaku usaha yang memang sejak awal berniat curang, pasti pelaku usaha ini akan mempertahankan diri seolah-olah memang pelaku usaha ini jujur. Akibatnya, penulis ini bisa digugat dan dilaporkan dengan pasal penghinaan (pencemaran nama baik) oleh pelaku usaha yang curang ini.
Hindari penggunaan kata "ditipu", "tertipu", "menipu", "bohong", "berbohong", "dibohongi", "mencuri", "dicuri", dan sebagainya, karena kata-kata ini bisa membawa akibat penulis dipidanakan dan digugat. Pelaku usaha yang memang berniat berbuat curang akan menyatakan belum ada putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap yang menyatakan pelaku usaha ini menipu, berbohong, ataupun mencuri, jadi tidak bolehlah penulis menghujat dengan menuduh bahwa pelaku usaha ini menipu, berbohong, ataupun mencuri. Jika penulis tetap ingin menggunakan kata-kata ini, tambahkanlah kata "diduga" di depan kata-kata di atas. Jadi susunan katanya menjadi "diduga menipu", "diduga berbohong", ataupun "diduga mencuri".
Penggunaan kata "diduga" ini pun belum 100 persen menjamin keamanan penulis. Sebab, kalau saya tidak salah ingat, ada putusan perkara antara majalah Tempo dan Asian Agri di Pengadilan Jakarta Pusat, di mana majalah Tempo dihukum bersalah karena pemberitaannya yang menggunakan kata "diduga" ini dianggap telah menuduh oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Mohon kepada para redaktur, jika memang sekiranya redaktur menganggap tulisan surat pembaca bisa membawa akibat yang tidak baik bagi penulis, tolong nama dan alamat penulis hanya disimpan di redaksi, walaupun penulis surat pembaca tidak meminta nama dan alamatnya disembunyikan, karena bukti dan saksi sekuat apa pun tidak akan berguna jika penegak hukumnya sudah terkontaminasi oleh pelaku usaha yang tidak baik ini.
Terima kasih.
Khoe Seng Seng
ITC Mangga Dua, Jakarta
[Sumber : http://www.lkm-mediawatch.org/mediawatch/index.php?option=com_content&view=article&id=235:saran-untuk-penulis-surat-pembaca&catid=39:suara&Itemid=67 dari : http://www.korantempo.com/ korantempo/koran/ 2008/12/04/ Opini/krn.20081204. 149992.id. html].
Wonogiri, 16/5/2009
Friday, May 15, 2009
Kebebasan Berpendapat Di Lampu Merah !
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment